![]() |
doc.pribadi (Foto pernikahan aku dan suami) |
Hai apa kabar? Semoga selalu baik ya. Apa kalian juga merasakan dunia
seakan sedang berisik tentang isu perempuan? Terutama tentang masalah rumah
tangga. Tidak perlu disebutlah ya, kita ambil positifnya aja. Isu ini mungkin
bukan hanya untuk para mama, tapi juga untuk perempuan-perempuan yang belum
menikah. Mari bicara dan aku berani katakan “Tidak perlu takut untuk menikah!
Karena rumah tangga tidak semenyeramkan itu!”.
Dari informasi yang banyak beredar di sosial media, ada beberapa
point permasalahan yang memang wajar dan normal terjadi pada pasangan yang
baru menikah (saya bold ya sebagai menekanan). Mengapa saya katakana begitu?
Karena saya pun mengalami dan beberapa kerabat yang bercerita pun juga
mengalami. Sekalipun sudah pernah berpacaran lama, dikatakan saling mengenal,
saling cocok akhirnya menikah permasalahan akan tetap ada.
Baik kita bahas dulu point yang saya maksudkan sebelumnya,
1. Culture Shock
Jika
kita search di google, kita akan mendapat jawaban seperti ini Culture shock
yaitu perasaan dimana seseorang merasa tertekan serta terkejut ketika
berhadapan dengan lingkungan dan budaya baru. Disini disebutkan lingkungan
dan budaya baru, ya
lingkungan dan budaya keluarga suami itu tentu baru bagi kita yang baru saja
menikah.
Culture
shock itu normal, misalkan ketika di keluarga kita makan selalu ramai-ramai,
berkumpul di satu meja makan, lalu datang ke rumah keluarga suami yang makan
saja ketika merasa lapar. Tentu kita akan merasa sungkan ketika merasa lapar
dan harus mengambil makanan di meja makan. Atau ketika di rumah kita biasa
beraktivitas disiang hari, lalu datang ke rumah keluarga suami yang sudah aktif
sejak dini hari. Bahkan sekecil urusan cara memotong lemon pun, bisa menjadi
culture shock (ini pengalaman pribadi haha).
Sedikit
cerita, dulu awal menikah dan datang ke rumah keluarga suami, saya mengalami
culture shock. Kalau diceritakan banyak sekali, ya itu salah satunya cara
memotong lemon. Mungkin caraku berbeda dengan cara yang biasa iu mertuaku
lakukan, shock memang sedikit tertekan iya, terkejut juga iya, tapi haruskah
aku membencinya? Tentu tidak.
Ketika berumah tangga 99% hidup berdua, yang lain hanya 1% nya. Kalau aku pribadi, aku memposisikan mertuaku seperti orang tuaku sendiri, meskipun rasanya berbeda tidak senyaman dengan orang tua, namun aku tetap harus menghormati dan menyayangi mertuaku seperti menyayangi orang tuaku sendiri.
2. Ego
Perjalanan awal rumah tangga, kita akan dipertemukan dengan Ego, “Aku ya begini, kamu harus terima! Tapi kamu harus menjadi tipe idealnya aku!”. Nah gimana tuh kalau gitu? Pusingkan. Ingin dimengerti, tapi tak pernah mengerti. Jujur aku dulupun begitu, aku merasa suamiku harus menjadi tipe ideal yang aku idam-idamkan sejak dulu. Tipe romantis bak opa-opa korea, tapi ternyata dia love languagenya dia bukan begitu. Bahasa cintanya dia tidak seperti yang di drakor-drakor dan menurutku itu jauh lebih baik disbanding opa-opa drakor.
3. Komunikasi
Manusia itu beragam karakternya, ada yang bisa mengeluarkan 1 juta kata perhari adapula yang hanya beberapa kata dalam sehari. Ada yang langsung cerita tanpa disuruh, adapula yang harus ditanya dulu baru dia cerita. Jadi teringat ha ha dulu juga saya bilang ke suami “Pah, cerita dong!” tentu suamiku jawab “Cerita apa?” ha ha. Sekarang aku lebih realistis, ya dia mau cerita apa? Kerjaan? Males banget pasti, di tempat kerja aja dia udah pusing masa iya mau dibawa kerumah juga. Tapi berbeda halnya jika aku lempar satu topic, entah itu isu, gossip atau cerita dia bakal nanggepin panjang lebar, mengeluarkan semua opini-opininya dan disanalah timbulnya komunikasi, ngobrol sling terbuka tentang apa yang dirasakan dan menyusun visi dan misi untuk kedepannya. Kalau kata suami ku “Rumah tangga itu isinya ngobrol, kalau diajak ngobrol udah gak nyambung ya…. Sambung-sambungin wkwkw”.
4. Hubungan ‘Suami-istri’
Dalam
berhubungan “Suami-istri”pun berbeda-beda, da yang hyper adapula yang biasa
saja. Bukan hanya lelaki ya, bahkan perempuanpun ada yang hasratnya
mengebu-gebu. Tidak apa-apa itu hal naluriah, namun jika memang menimbulkan
masalah segeralah berkonsultasi dengan ahlinya. Bagi bebrapa orang mungkin bisa
menjadi insecure, ketika membandingkan rumah tangga satu dengan yang lain. Ada
yang becerita “Suamiku tiap hari, suamiku gak pernah libur, suamiku senin sampe
jumat” ha ha kerja kali ya. Mungkin bisa jadi insecure untuk yang mungkin
sebulan cuman satu kali, bahkan tiga bulan sekali atau mungkin lupa kalau kalau
gak diingetin ha ha.
Disini
mungkin perlu saling tebuka, adakah yang perlu diperbaiki antara keduanya. Bisa
jadi suaminya menahan karena melihat istrinya sudah lelah sedari pagi mengurusi
rumah dan anak, suaminya tidak tega jika istrinya harus lembur sedangkan masih
punya naka yang perlu disusui. Seringkali hal-hal seperti ini menjadi masalah,
niatnya baik namun berujung petaka.
Lalu bagaimana tips dari aku yang rumah tangganya baru menginjak 3 tahun menuju 4 tahun wkwkw. Ya gak apa-apalah ya bagi-bagi tips, karena 3 tahun juga banyak ceritanya, banyak pasang-surutnya, ya gak seumur jagung jugalah ya. Ha ha
1.
Istikhoro
Dalam rangkaian istikhoro, kita
melibatkan Alah sang maha pencipta dalam pilihan kita. Dari beberapa
pengalamanku, aku gak pernah nyesel ketika mengambil pilihan dari hasil
istikhoro. Termasuk pasanganku, mungkin dia jauh dari tipe ideal yang aku
bayangkan sejak dulu, jauh-jauh banget. Tapi aku tetep bersyukur, karena tipe
idealku sekarang ternyata dia, ha ha.
Ketika kita sudah istikhoro, yakinlah bahwa di adalah yang terbaik yang telah Allah berikan. Allah maha tahu, lebih tahu apa yang kita butuhkan. Namun ketika memang sudah istikhoro dan ternyata tidak bersama, itupun sudah menjadi ketentuan Allah, ingatlah qodar Alah juga ada. Memang qodarnya hanya sampai disana, tidak perlu menyalahkan siapapun, percaya saja itu qodar Allah.
2.
Ngobrol
Seperti yang suamiku katakan “Rumah
tangga itu isinya ngobrol”, seperti apapun perasaaan kita, sampaikan dengan
ngobrol. Ketika merasa culture shock, ceritakan saja “Aku sungkan jika begini…begini.”
Usahakan tidak menggunakan kata-kata menyudutkan atau memaksa atau apapun yang
membuat tidak nyaman, seperti “Harusnya kamu begini… begini…” atau “Aku tuh gak
suka kalau begini… begini…”.
Buatlah suasana ngobrol yang lebih tentram, singkirkan ego masing-masing. Usahakan tidak membawa emosi, jika emosi jeda dulu, minum dan makan cemilan. Jika perlu ada pihak ketiga, usahakan memilih orang yang tepat, jangan pilih orang yang membuat suasana makin memanas atau berat sebelah.
3.
Berdo’a
Dari semua ikhtiar yang kita lakukan, jangan lupa selalu berdoa untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan rumah tangga. Dalam islam dijelaskan ada segolongan jin yang bernama Jin dasim, jin ini bertugas untuk merusak hubungan suami-istri dalam rumah tangga. Jin bisa menggoda dengan sangat halus, bahkan dari semula berniat baik bisa berujung petaka. Contoh, niat menolong teman kantor yang putus asa, berujung perselingkuhan. Banyaklah contoh-contoh yang lain, untuk menghindari itu, kita harus senantiasa menyematkan do’a-do’a perlindungan pada Allah. Memohon keutuhan dan keharmonisan rumah tangga kita, jika Allah sudah berkehandak maka tidak ada yang bisa menahannya.
Sekian dulu dari saya, jika ada tambahan atau koreksi mari kita bicara di kolom komentar. Bye
Salam hangat,
Comments
Post a Comment